Senin, 24 Maret 2014

MADRASAH NIZHAMIYAH BAGHDAD



 

A.     Pendahuluan
Untuk mengetahui asal muasal keberadaan sebuah lembaga pendidikan Islam dapat kita lihat dari berbagai macam bentuk, baik secara fisik maupun fungsi dan peranan juga eksistensinya. Jika diamati lembaga pendidikan Islam tersebut ada yang bersifat umum dan juga lembaga-lembaga lain yang mencerminkan kekhasan orientasinya. Hal tersebut dipertegas oleh  Ahmad Syalabi dalam Abuddin Nata(2010: 59), yang menyebutkan bahwa tempat-tempat pendidikan zaman dulu, diantaranya: al-Kuttab, al-Qushur, Hawanit, Manzil al-‘Ulama, al-Salun al-Adabiyah, al-Badiyah, al-Masjid dan Madrasah.[1]
 Kemudian Ahmad Syalabi membagi institusi-institusi pendidikan Islam ke dalam dua bagian, yaitu: bagian pertama, kelompok sebelum madrasah dan kedua setelah madrasah.
Masuk pada kategori kelompok kedua di atas yaitu hadirnya Madrasah Nizhamiyah di Bagdad sekitar tahun 457 H/1065 M, dan juga madrasah-madrasah yang lainnya. Madrasah Nizamiyah ini lahir berkat adanya keinginan yang besar dari seorang tokoh politik,ilmuwan dan negarawan yang bernama Nizam al- Mulk seorang sultan negara Salajiqah, yang mempunyai visi dan misi jauh ke depan untuk memajukan umat Islam dari berbagai aspek kehidupan, sehingga umat Islam menjadi umat yang terdepan dan menjadi teladan bagi umat yang lainnya.
B.    Geografis
Irak adalah sebuah negara yang berada di bagian wilayah Asia, dengan batas wilayah meliputi; di utara berbatasan dengan Turki, di selatan berbatasan dengan Kuwait, di sebelah barat dengan Yordania dan Syiria sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Iran. Irak berada tepat di bagian timur wilayah Bulan Sabit Subur, yang dulu sering di sebut daerah Mesopotamia, kosakata Yunani yang berarti “lahan di antara dua sungai”: sungai Tigris dan sungai Eufrat. Kedua aliran sungai ini sangat mempengaruhi pola kehidupan dan lingkungan penduduk Irak dari masa ke masa.[2]
Topografi Irak termasuk ke dalam tiga zona yang berbeda bagian pegunungan utara disebut wilayah Kurdistan; (1) wilayah Tengah, antara Tigris dan Eufrat dengan pusat ibukota Baghdad, yang merupakan wilayah paling mudah mendapat aliran irigasi dan tanah-tanah yang terolah dengan baik. (2) wilayah barat, barat daya dan selatan merupakan daerah gurun yang hampir keseluruhannya sama sekali gersang. (3) wilayah selatan terdapat daerah rawa yang luas di sepanjang Shatt al-Arab, tempat bergabungnya kedua sungai Tigris dan Eufrat sekitar 160 km di sebelah barat laut Teluk Persia.
Madrasah Nizhamiyah di Baghdad terletak di dekat sungai Dijlah di tengah-tengah pasar Salasah (Suq al-Salasah) di Baghdad. Baghdad sendiri terletak di pinggir sungai Tigris. Baghdad berarti “taman keadilan”.[3]
C.    Sejarah Madrasah Nizhamiyah Baghdad
Madrasah Nizhamiyah mulai dibangun pada tahun 457 H/1065 M dan selesai pada tahun 459 H. madrasah ini tetap hidup sampai pertengahan abad  ke- 14 Masehi, yaitu ketika dikunjungi oleh Ibnu Batutah. Adapun menurut  Ahmad Syalabi dalam Abuddin Nata berkeyakinan bahwa pasar al-Chaffafin yang terletak di Baghdad   saat ini adalah tempat di mana madrasah Nizhamiyah dulunya berdiri. [4]
M.Athiyah al-Abrasi dalam bukunya menyatakan bahwa Madrasah Nizhamiyah mulai didirikan pada tahun 457 H, dan selesai pada tahun 459 H letaknya ialah di pinggir sungai Dazlah, yang diprakarsai oleh Nizam al- Mulk seorang sultan yang sebenarnya di dalam negara Salajiqah, beliau seorang ahli fiqih dan sarjana.[5]
Menurut Abu Su’ud dalam bukunya, mengatakan Nizam al-Mulk perdana menteri pada masa Aip Arselan dan Maliksyah, mendirikan Madrasah Nizhamiyah (1067) dan Madrasah Hanafiyah.[6]
Philip K. Hitti mengatakan bahwa Madrasah Nizhamiyah didirikan pada 1065-1067 oleh Nizham al-Mulk seorang menteri dari Persia pada Khalifah Bani Saljuk, Sultan Alp Arslan dan Maliksyah, yang merupakan penyokong Umar al-Khayam.[7]
Menurut Makdisi dalam Amin Abdullah, dkk. mengatakan; mengakui bahwa Nizam al-Mulk bukanlah merupakan pencipta madrasah, karena lembaga itu dalam kenyataannya sudah ada sebelum didirikannya madrasah Nizhamiyah.[8] Dengan suatu teori tiga tahapan asal-usul madrasah, yaitu; tahapan pertama adalah masjid, khususnya dalam fungsinya sebagai mesjid bisa dan sebagai pusat pengajaran. Makdisi menyebutnya masjid-college yang sudah ada sejak awal periode Islam. Tahapan kedua sebagai pengembangan lembaga pembelajaran muslim yaitu pendirian masjid-khan. Pada dasarnya berbentuk masjid-college namun dilengkapi dengan penginapan (khan) untuk pelajar yang datang dari luar kota. Dan tahapan ketiga setelah melewati masa masjid-college dan masjid-khan,baru timbullah madrasah sebagai hasil pengintegrasian fungsi dari dua lembaga sebelumnya dalam satu struktur ini terjadi pada masa Nizam al-Mulk (410 H - 485 H).
D.    Motivasi Pendirian Madrasah Nizhamiyah Baghdad
Periode ketiga dari pemerintahan Abbasiyah dipengaruhi oleh Saljuk. Mereka adalah bangsa pengembara dari suku Guzz Turki yang berasal dari Asia Tengah. Mereka menggantikan dinasti Buwaih yang bercorak Syi’ah, dan mengembalikan Abbasiyah pada aliran Sunni.[9] Diantara penguasanya yang terkenal yaitu alp Arselan (455-465 H), dan menterinya Nizamul Mulk yang mempelopori berdirinya Madrasah Nizhamiyah.
Menurut Mahmud Yunus dalam Abudin Nata, di antara motivasi pendirian banyak madrasah di mana pengaruh Turki (Saljuk) adalah untuk mengambil hati rakyat, mengharap pahala dan ampunan dari Allah, memelihara kehidupan anak-anaknya di kemudian hari, memperkuat aliran keagamaan bagi sultan atau pembesar.[10]
Di antara motivasi didirikannya Madrasah Nizhamiyah salah satunya yaitu adanya motif politik dengan adanya keberadaan dan eksistensi dinasti Daulah Abasyiyah di mana dominasi antara kelompok syiah dan sunni yang secara ideologi dan pemahaman yang saling bertentangan baik masalah khilafiayah maupun masalah politik ketatanegaraan, dan juga pengaruh doktrin keagamaan tampak dominan pada madrasah Nizhamiyah. Keterangan yang mendukung hal tersebut adalah sebagai berikut:
Diakui bahwa penaklukan Bani Saljuk terhadap dinasti Buwaihi di Irak dan masuknya mereka ke kota Baghdad pada tanggal 25 Muharram 447 H, merupakan kemenangan Ahlussunnah terhadap Syi’ah. Penguasa Saljuk_ mereka merupakan pengikut fanatik Sunni menginginkan aqidah mereka tertanam kuat dan terkikisnya faham-faham Syi’ah. Hal itu akan dapat terealisasi dengan jalan penyebaran ilmu, untuk itu mereka mendirikan madrasah.
Selanjutnya untuk melestarikan kekuasaan politik dan paham teologi Asy’ariyah tampak pula menjadi motivasi penting, terutama jika dinasti Saljuk yang Sunni dihadapkan dengan dinasti Fatimiyah di Mesir, yang beraliran Syiah. Pendirian madrasah ini adalah karena suatu pertimbangan bahwa untuk melawan Syi’ah tidak cukup dengan kekuatan senjata, melainkan juga harus melalui penanaman ideologi yang dapat melawan ideologi Syi’ah. Ini dilakukan karena Syi’ah sangat aktif dan sistematik dalam melakukan indoktrinasi melalui pendidikan atau aktivitas pemikiran lain.
Jika dikatakan  Nizam Al-Mulk sebagai seorang pribadi yang mendirikan dan mengelola madrasah perseorangan dengan tujuannya sendiri, jadi tidak ada keterlibatan pemerintah secara formal. Maka dari satu sisi pendapat ini benar, tapi harus dipertimbangkan kenyataan bahwa dilihat dari posisinya yang strategis di kerajaan, pengaruh dan pengorbanannya yang besar untuk Madrasah Nizhamiyah tentulah  ia sering dihubungkan dengan kebijakan birokratis formal dan ketenagakerjaan yang tak bisa dilepaskan dari kehendak memperlancar tugas dan mempertahankan negara. Artinya, pendirian Madrasah Nizhamiyah adalah salah satu kebijakan politik pemerintahan atau penguasa Saljuk untuk mempertahankan kekuasaannya dengan mengambil simpati rakyat.
Namun, hal ini pun ternyata tidak sepenuhnya benar, umpamanya bahwa Madrasah Nizhomiyah khusus mengembangkan mazhab fiqih Syafi’i, dengan kalam Asy’ariyah, sedangkan Sultan Saljuk cenderung mengikuti fiqih Hanafi dengan aliran kalam Maturidiyah. Bahkan, di Madrasah Nizhomiyah kelompok-kelompok fiqih memiliki wadah dan sekolah sendiri-sendiri.
Dengan demikian, tampak bahwa  pendidikan Islam dalam perjalanannya, pada umumnya, dipengaruhi oleh dua arus pergumulan, bidang politik dan pemikiran atau aliran keagamaan, yang saling berkaitan. Pendidikan dalam hal ini dijadikan sebagai sarana pergumulan itu. Fenomena tersebut tampak dibalik motivasi pendirian madrasah Nizhomiyah ini.
E.     Sistem Pendidikan Madrasah Nizhamiyah Baghdad
Untuk menjelaskan sistem pendidikan di Madrasah Nizhomiyah, secara sederhana akan dibahas komponen-komponen pendidikan yang terdapat pada Madrasah Nizhomiyah yang dianggap sebagai model bagi sistem pendidikan modern.
1.    Tujuan pendidikan Madrasah Nizhomiyah Baghdad
 Tujuan pendidikan Madrasah Nizhomiyah tidak terlepas dari tiga tujuan pokok: Pertama, mengkader calon-calon ulama yang menyebarkan pemikiran Sunni untuk menghadapi tantangan pemikiran Syi’ah; Kedua, menyediakan guru-guru Sunni yang cakap untuk mengajarkan mazhab Sunni dan menyebarkannya ke tempat-tempat lain; Ketiga, membentuk kelompok pekerja Sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, memimpin kantornya, khususnya di bidang peradilan dan manajemen.
2.    Kurikulum dan Metode Pengajaran Madrasah  Nizhamiyah Baghdad.
Mahmud Yunus mengemukakan bahwa kurikulum Madrasah Nizhamiyah tidak diketahui jelas. Tapi dapat disimpulkan bahwa materi-materi ilmu syari’ah diajarkan di sini sedangkan ilmu hikmah (filsafat) tidak diajarkan. Fakta-fakta yang mendukung pernyataan ini adalah, Pertama, tidak ada seorangpun di antara ahli sejarah yang mengatakan bahwa di antara materi pelajaran terdapat ilmu-ilmu umum, seperti kedokteran, ilmu falak dan ilmu-ilmu pasti.mereka hanya menyebutkan bahwa diantara matapelajarannya yaitu nahwu, ilmu kalam dan fiqih. Kedua, guru-guru yang mengajar di Madrasah Nizhamiyah merupakan ulama-ulama syari’ah. Ketiga, pendiri madrasah ini bukanlah pembela ilmu filsafat. Keempat, zaman berdirinya madrasah ini merupakan zaman penindasan ilmu filsafat dan ilmu filosof.[11]
Dengan keterangan itu nyatalah bahwa Madrasah Nizhamiyah adalah fakultas Agama dan Fakultas Syari’ah dan tiada memasukan ilmu Filsafat yang berdasarkan bebas berfikir dan membahas, seperti Baitul Hikam masa dahulu. Di Madrasah Nizhamiyah diajarkan ilmu fiqih dalam empat mazhab, dan mazhab Syafi’i  mempunyai kedudukan istimewa.
Keterangan lain menyebutkan bahwa pelajaran di Madrasah Nizhamiyah berpusat pada al-Quran (membaca, menghafal dan menulis), satra arab, sejarah nabi Muhammad Saw, dan berhitung dengan menitikberatkan pada mazhab Syafi’i dan sistem teologi Asy’ariyah. Abdul Majid ketika menyoroti segi-segi negatif Madrasah Nizhamiyah, mengatakan bahwa madrasah ini mengkonsentrasikan usahanya pada pengajaran ulum al-syari’ah dan ushul al-din sesuai tujuan yang telah ditetapkan padanya. Konsekuensinya, Madrasah Nizhamiyah membagikan ilmu-ilmu terapan yang praktis (al-ulum al-tathbiqiyah al-amaliyah).[12]
3.    Tenaga Pengajar dan Pelajar Madrasah Nizhamiyah Baghdad.
 Madrasah Nizhamiyah merupakan lembaga pendidikan tinggi, yang secara otomatis pasti mengajarkan pendidikan tinggi pula. Oleh karena itu, pemilihan guru-guru yang mengajar di madrasah ini sangat selektif. Ulama-ulama terkemuka pada waktu itu dan guru-guru besar yang masyhur dan mempunyai kompetensi di bidangnyalah yang dipilih untuk mengajar. Status guru-guru tersebut ditetapkan dengan pengangkatan oleh khalifah dan bertugas dalam masa tertentu.
Di dalam melaksanakan tugasnya seorang pengajar selalu dibantu oleh seorang pembantu, ia bukan guru tetapi lebih tinggi kedudukannya dari para pelajar biasa. Pembantu ini berfungsi sebagai asisten guru yang di antar tugasnya adalah menjelaskan bagian-bagian yang sulit difahami setelah guru memberikan mata kuliah, atau membantu para pelajar yang kurang pandai dan pada waktu tertentu dapat melaksanakan pekerjaan guru atas tugas-tugas yang biasa dilakukan guru.
Guru-guru atau dosen-dosen di Madrasah Nizhamiyah, di antaranya yaitu: (1) Abu Ishak as-Syirazi (wafat tahun 476 H/1083 M). (2) Abu Nashr as-Shabbagh (477 H/1089 M). (3) Abul Qasim al-Alawi (482 H/1089 M). (4) Abu Abdullah al-Thabari (495 H/1101 M). (5) Abu Hamid al-Gazali (505 H/1111 M). (6) Radliyuddin al-Qazwaini (575 H/1179 M). (7) al-Firuzabedi (817 H/111414 M).[13]
Nizam al-Mulk juga menyediakan beasiswa untuk para pelajar dan memberi fasilitas asrama. Mereka yang tinggal di asrama diberi belanja secukupnya. Ia mengumumkan kepada semua orang bahwa pengajaran di madrasah-madrasahnya terbuka untuk siapa saja tanpa membedakannya. Ia memberi bantuan untuk semua pelajar tanpa mengharapkan kembali, dan seluruh biaya pendidikan di situ gratis. Ia juga menetapkan beasiswa secara teratur kepada para siswa yang kurang mampu, di antara yang memanfaatkan kesempatan ini adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali dan saudaranya Ahmad.   
4.    Pendanaan dan Sarana Madrasah Nizhamiyah Baghdad.
 Sumber dana yang paling lazim bagi pembangunan Madrasah adalah lembaga wakaf, sebuah cara tradisional dalam Islam untuk mendukung lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat umum. Menyumbangkan materi (Zakat) yang diperuntukkan bagi para mustahiq dan bagi pengembangan Islam merupakan bagian dari rukun Islam. Dalam hal ini pendidikan jelas termasuk pada kategori kedua.
Dalam pembangunan Madrasah, wazir Nizam Al-Mulk menyediakan dana wakaf untuk membiayai mudarris, imam, dan juga mahasiswa yang menerima beasiswa dan fasilitas asrama. Dengan dana itu, ai mendirikan madrasah-madrasah Nizhamiyah di hampir seluruh wilayah kekuasaan Bani Saljuk saat itu, mendirikan perpustakaan dengan lebih kurang 6000 jilid buku lengkap dengan katalognya, lalu menetapkan anggaran belanja seluruh madrasah-madrasah itu sebesar 600.000 dinar. Kemudian Madrasah Nizhamiyah Baghdad saja sepersepuluhnya, yaitu 60.000 dinar tiap tahun. Ini sudah cukup untuk membiayai berbagai fasilitas yang disediakan untuk pelajar dan pengajar, baik berupa akomodasi, uang makan dan tunjangan.
F.     Pengaruh Madrasah Nizhamiyah Baghdad
A.l-Tibawi dalam hal ini menyebutkan bahwa ekslusivisme madrasah telah memberikan pengaruh (influence) pada masyarakat, baik bidang politik, ekonomi, maupun bidang sosial keagamaan.
Nizam Al-Mulk dalam kaitan ini dikenal sebagai pejabat pemerintah yang memiliki andil besar dalam pendirian dan penyebaran madrasah, kedudukan dan kepentingannya dalam pemerintahan merupakan sesuatu yang sangat menentukan juga. Dalam batas ini memang madrasah merupakan kebijakan religio-politik penguasa.
Dalam bidang ekonomi, Madrasah Nizhamiyah di samping sebagai lembaga untuk mengajarkan ilmu syari’ah dalam rangka mengembangkan ajaran Sunni, memang dimaksudkan pula untuk mempersiapkan pegawai pemerintah, khususnya dilapangkan hukum dan administrasi. Dengan demikian, madrasah telah menjanjikan lapangan kerja.
Dari segi sosial keagamaan, Madrasah Nizhamiyah diterima oleh masyarakat karena sesuai dengan lingkungan dan keyakinannya. Faktor-faktor penerimaan tersebut antara lain: pertama, ajaran yang diberikan di Madrasah Nizhamiyah adalah ajaran Sunni, yang dianut sebagai besar masyarakat waktu itu. Kedua, para pengajar di Madrasah Nizhamiyah adalah para ulama yang terkemuka. Ketiga, materi pokok yang diajarkan di madrasah ini adalah al-Fiqh yang dianggap sesuai dengan kebutuhan masyarakat umumnya dalam rangka hidup dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran dan keyakinan mereka.
G.    Kesimpulan
Philip K. Hitti mengatakan bahwa Madrasah Nizhamiyah didirikan pada 1065-1067 oleh Nizham al-Mulk seorang menteri dari Persia pada Khalifah Bani Saljuk, Sultan Alp Arslan dan Maliksyah, yang merupakan penyokong Umar al-Khayam.
Tujuan didirikannya Madrasah Nizhamiyah selain untuk pengembangan ilmu pengetahuan agama juga untuk memperkuat pemerintahan.
Menurut Mahmud Yunus dalam Abudin Nata, di antara motivasi pendirian banyak madrasah di mana pengaruh Turki (Saljuk) adalah untuk mengambil hati rakyat, mengharap pahala dan ampunan dari Allah, memelihara kehidupan anak-anaknya di kemudian hari, memperkuat aliran keagamaan bagi sultan atau pembesar.
Madrasah Nizhamiyah merupakan prototype awal bagi lembaga pendidikan tinggi, ia juga dianggap sebagai tonggak baru dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, dan merupakan karakteristik tradisi pendidikan Islam sebagai suatu lembaga pendidikan resmi dengan sistem asrama. Pemerintah/penguasa ikut terlibat di dalam menentukan tujuan, kurikulum, tenaga pengajar, pendanaan, sarana fisik dan lain-lain, yang memberikan inspirasi pada pendirian universitas-universitas modern.
Kendati Madrasah Nizhamiyah mampu melestarikan tradisi keilmuan dan menyebarkan ajaran Islam dalam versi tertentu, tetapi keterkaitan dengan standarisasi dan pelestarian ajaran kurang mampu menunjang pengembangan ilmu dan penelitian yang inovatif.


[1]   Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010)  h. 59
[2]   Ajid Tohir, Studi Kawasan Dunia islam, (Jakarta : Rajawali Press, 009)  h. 168
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : RajaGrafindo, 1993) hal . 277
[4]   Abuddin Nata, Op. Cit.,  h. 62
[5]  M. Athiyah al-Abrasi, Tarbiyyatul Islamiyyah, alih bahasa Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, Dasar-dasar pokok Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990) h. 80
[6]  Abu Su’ud, Islamologi, Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Perdaban Umat Manusia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003) h. 81
[7]  Philip K. Hitti , History of The Arabs, From The Earlies Times to the Present, (NewYork: Palgrave Macmillan, 2002) h. 515
[8]  Amin Abdullah, dkk. Antologi Studi Islam, Teori dan Metodologi, (Yogyakarta : Sunan Kalijaga Press, 2000) h. 186-187
[9]  Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta : Logos, 1997) h. 107
[10]  Abuddin Nata, Op. Cit,  h. 62
[11]  Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992)  h. 74-75.
[12]   Abuddin Nata, Op. Cit,   h. 68
[13]   Mahmud Yunus, Op. Cit, h. 73-74

Tidak ada komentar:

Posting Komentar