A.
Pendahuluan
Untuk mengetahui asal
muasal keberadaan sebuah lembaga pendidikan Islam dapat kita lihat dari
berbagai macam bentuk, baik secara fisik maupun fungsi dan peranan juga
eksistensinya. Jika diamati lembaga pendidikan Islam tersebut ada yang bersifat
umum dan juga lembaga-lembaga lain yang mencerminkan kekhasan orientasinya. Hal
tersebut dipertegas oleh Ahmad Syalabi
dalam Abuddin Nata(2010: 59), yang menyebutkan bahwa tempat-tempat pendidikan
zaman dulu, diantaranya: al-Kuttab, al-Qushur, Hawanit, Manzil al-‘Ulama,
al-Salun al-Adabiyah, al-Badiyah, al-Masjid dan Madrasah.[1]
Kemudian Ahmad Syalabi membagi
institusi-institusi pendidikan Islam ke dalam dua bagian, yaitu: bagian
pertama, kelompok sebelum madrasah dan kedua setelah madrasah.
Masuk pada kategori
kelompok kedua di atas yaitu hadirnya Madrasah Nizhamiyah di Bagdad sekitar
tahun 457 H/1065 M, dan juga madrasah-madrasah yang lainnya. Madrasah Nizamiyah
ini lahir berkat adanya keinginan yang besar dari seorang tokoh politik,ilmuwan
dan negarawan yang bernama Nizam al- Mulk seorang sultan negara Salajiqah, yang
mempunyai visi dan misi jauh ke depan untuk memajukan umat Islam dari berbagai
aspek kehidupan, sehingga umat Islam menjadi umat yang terdepan dan menjadi
teladan bagi umat yang lainnya.
B.
Geografis
Irak adalah sebuah
negara yang berada di bagian wilayah Asia, dengan batas wilayah meliputi; di
utara berbatasan dengan Turki, di selatan berbatasan dengan Kuwait, di sebelah
barat dengan Yordania dan Syiria sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan
Iran. Irak berada tepat di bagian timur wilayah Bulan Sabit Subur, yang dulu
sering di sebut daerah Mesopotamia, kosakata Yunani yang berarti “lahan di
antara dua sungai”: sungai Tigris dan sungai Eufrat. Kedua aliran sungai ini
sangat mempengaruhi pola kehidupan dan lingkungan penduduk Irak dari masa ke
masa.[2]
Topografi Irak
termasuk ke dalam tiga zona yang berbeda bagian pegunungan utara disebut
wilayah Kurdistan; (1) wilayah Tengah, antara Tigris dan Eufrat dengan pusat
ibukota Baghdad, yang merupakan wilayah paling mudah mendapat aliran irigasi
dan tanah-tanah yang terolah dengan baik. (2) wilayah barat, barat daya dan
selatan merupakan daerah gurun yang hampir keseluruhannya sama sekali gersang.
(3) wilayah selatan terdapat daerah rawa yang luas di sepanjang Shatt
al-Arab, tempat bergabungnya kedua sungai Tigris dan Eufrat sekitar 160 km
di sebelah barat laut Teluk Persia.
Madrasah Nizhamiyah
di Baghdad terletak di dekat sungai Dijlah di tengah-tengah pasar Salasah (Suq
al-Salasah) di Baghdad. Baghdad sendiri terletak di pinggir sungai Tigris.
Baghdad berarti “taman keadilan”.[3]
C.
Sejarah Madrasah
Nizhamiyah Baghdad
Madrasah Nizhamiyah
mulai dibangun pada tahun 457 H/1065 M dan selesai pada tahun 459 H. madrasah
ini tetap hidup sampai pertengahan abad
ke- 14 Masehi, yaitu ketika dikunjungi oleh Ibnu Batutah. Adapun
menurut Ahmad Syalabi dalam Abuddin Nata
berkeyakinan bahwa pasar al-Chaffafin yang terletak di Baghdad saat ini adalah tempat di mana madrasah
Nizhamiyah dulunya berdiri. [4]
M.Athiyah al-Abrasi
dalam bukunya menyatakan bahwa Madrasah Nizhamiyah mulai didirikan pada tahun
457 H, dan selesai pada tahun 459 H letaknya ialah di pinggir sungai Dazlah,
yang diprakarsai oleh Nizam al- Mulk seorang sultan yang sebenarnya di dalam
negara Salajiqah, beliau seorang ahli fiqih dan sarjana.[5]
Menurut Abu Su’ud
dalam bukunya, mengatakan Nizam al-Mulk perdana menteri pada masa Aip Arselan
dan Maliksyah, mendirikan Madrasah Nizhamiyah (1067) dan Madrasah Hanafiyah.[6]
Philip K. Hitti
mengatakan bahwa Madrasah Nizhamiyah didirikan pada 1065-1067 oleh Nizham
al-Mulk seorang menteri dari Persia pada Khalifah Bani Saljuk, Sultan Alp
Arslan dan Maliksyah, yang merupakan penyokong Umar al-Khayam.[7]
Menurut Makdisi dalam
Amin Abdullah, dkk. mengatakan; mengakui bahwa Nizam al-Mulk bukanlah merupakan
pencipta madrasah, karena lembaga itu dalam kenyataannya sudah ada sebelum
didirikannya madrasah Nizhamiyah.[8]
Dengan suatu teori tiga tahapan asal-usul madrasah, yaitu; tahapan pertama adalah
masjid, khususnya dalam fungsinya sebagai mesjid bisa dan sebagai pusat
pengajaran. Makdisi menyebutnya masjid-college yang sudah ada sejak awal
periode Islam. Tahapan kedua sebagai pengembangan lembaga pembelajaran
muslim yaitu pendirian masjid-khan. Pada dasarnya berbentuk masjid-college
namun dilengkapi dengan penginapan (khan) untuk pelajar yang datang dari
luar kota. Dan tahapan ketiga setelah melewati masa masjid-college
dan masjid-khan,baru timbullah madrasah sebagai hasil pengintegrasian
fungsi dari dua lembaga sebelumnya dalam satu struktur ini terjadi pada masa
Nizam al-Mulk (410 H - 485 H).
D.
Motivasi Pendirian
Madrasah Nizhamiyah Baghdad
Periode ketiga dari
pemerintahan Abbasiyah dipengaruhi oleh Saljuk. Mereka adalah bangsa pengembara
dari suku Guzz Turki yang berasal dari Asia Tengah. Mereka menggantikan dinasti
Buwaih yang bercorak Syi’ah, dan mengembalikan Abbasiyah pada aliran Sunni.[9]
Diantara penguasanya yang terkenal yaitu alp Arselan (455-465 H), dan
menterinya Nizamul Mulk yang mempelopori berdirinya Madrasah Nizhamiyah.
Menurut Mahmud Yunus
dalam Abudin Nata, di antara motivasi pendirian banyak madrasah di mana
pengaruh Turki (Saljuk) adalah untuk mengambil hati rakyat, mengharap pahala
dan ampunan dari Allah, memelihara kehidupan anak-anaknya di kemudian hari,
memperkuat aliran keagamaan bagi sultan atau pembesar.[10]
Di antara motivasi
didirikannya Madrasah Nizhamiyah salah satunya yaitu adanya motif politik
dengan adanya keberadaan dan eksistensi dinasti Daulah Abasyiyah di mana
dominasi antara kelompok syiah dan sunni yang secara ideologi dan pemahaman
yang saling bertentangan baik masalah khilafiayah maupun masalah politik
ketatanegaraan, dan juga pengaruh doktrin keagamaan tampak dominan pada
madrasah Nizhamiyah. Keterangan yang mendukung hal tersebut adalah sebagai
berikut:
Diakui bahwa
penaklukan Bani Saljuk terhadap dinasti Buwaihi di Irak dan masuknya mereka ke
kota Baghdad pada tanggal 25 Muharram 447 H, merupakan kemenangan Ahlussunnah
terhadap Syi’ah. Penguasa Saljuk_ mereka merupakan pengikut fanatik Sunni
menginginkan aqidah mereka tertanam kuat dan terkikisnya faham-faham Syi’ah.
Hal itu akan dapat terealisasi dengan jalan penyebaran ilmu, untuk itu mereka
mendirikan madrasah.
Selanjutnya untuk
melestarikan kekuasaan politik dan paham teologi Asy’ariyah tampak pula menjadi
motivasi penting, terutama jika dinasti Saljuk yang Sunni dihadapkan dengan
dinasti Fatimiyah di Mesir, yang beraliran Syiah. Pendirian madrasah ini adalah
karena suatu pertimbangan bahwa untuk melawan Syi’ah tidak cukup dengan
kekuatan senjata, melainkan juga harus melalui penanaman ideologi yang dapat
melawan ideologi Syi’ah. Ini dilakukan karena Syi’ah sangat aktif dan
sistematik dalam melakukan indoktrinasi melalui pendidikan atau aktivitas pemikiran
lain.
Jika dikatakan Nizam Al-Mulk sebagai seorang pribadi yang
mendirikan dan mengelola madrasah perseorangan dengan tujuannya sendiri, jadi
tidak ada keterlibatan pemerintah secara formal. Maka dari satu sisi pendapat ini
benar, tapi harus dipertimbangkan kenyataan bahwa dilihat dari posisinya yang
strategis di kerajaan, pengaruh dan pengorbanannya yang besar untuk Madrasah
Nizhamiyah tentulah ia sering
dihubungkan dengan kebijakan birokratis formal dan ketenagakerjaan yang tak
bisa dilepaskan dari kehendak memperlancar tugas dan mempertahankan negara.
Artinya, pendirian Madrasah Nizhamiyah adalah salah satu kebijakan politik
pemerintahan atau penguasa Saljuk untuk mempertahankan kekuasaannya dengan
mengambil simpati rakyat.
Namun, hal ini pun
ternyata tidak sepenuhnya benar, umpamanya bahwa Madrasah Nizhomiyah khusus
mengembangkan mazhab fiqih Syafi’i, dengan kalam Asy’ariyah, sedangkan Sultan
Saljuk cenderung mengikuti fiqih Hanafi dengan aliran kalam Maturidiyah.
Bahkan, di Madrasah Nizhomiyah kelompok-kelompok fiqih memiliki wadah dan
sekolah sendiri-sendiri.
Dengan demikian,
tampak bahwa pendidikan Islam dalam
perjalanannya, pada umumnya, dipengaruhi oleh dua arus pergumulan, bidang
politik dan pemikiran atau aliran keagamaan, yang saling berkaitan. Pendidikan
dalam hal ini dijadikan sebagai sarana pergumulan itu. Fenomena tersebut tampak
dibalik motivasi pendirian madrasah Nizhomiyah ini.
E.
Sistem Pendidikan
Madrasah Nizhamiyah Baghdad
Untuk menjelaskan
sistem pendidikan di Madrasah Nizhomiyah, secara sederhana akan dibahas
komponen-komponen pendidikan yang terdapat pada Madrasah Nizhomiyah yang
dianggap sebagai model bagi sistem pendidikan modern.
1.
Tujuan pendidikan
Madrasah Nizhomiyah Baghdad
Tujuan pendidikan
Madrasah Nizhomiyah tidak terlepas dari tiga tujuan pokok: Pertama,
mengkader calon-calon ulama yang menyebarkan pemikiran Sunni untuk menghadapi
tantangan pemikiran Syi’ah; Kedua, menyediakan guru-guru Sunni yang
cakap untuk mengajarkan mazhab Sunni dan menyebarkannya ke tempat-tempat lain; Ketiga,
membentuk kelompok pekerja Sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan
pemerintahan, memimpin kantornya, khususnya di bidang peradilan dan manajemen.
2.
Kurikulum dan Metode
Pengajaran Madrasah Nizhamiyah Baghdad.
Mahmud Yunus
mengemukakan bahwa kurikulum Madrasah Nizhamiyah tidak diketahui jelas. Tapi dapat
disimpulkan bahwa materi-materi ilmu syari’ah diajarkan di sini sedangkan ilmu
hikmah (filsafat) tidak diajarkan. Fakta-fakta yang mendukung pernyataan ini
adalah, Pertama, tidak ada seorangpun di antara ahli sejarah yang
mengatakan bahwa di antara materi pelajaran terdapat ilmu-ilmu umum, seperti
kedokteran, ilmu falak dan ilmu-ilmu pasti.mereka hanya menyebutkan bahwa
diantara matapelajarannya yaitu nahwu, ilmu kalam dan fiqih. Kedua,
guru-guru yang mengajar di Madrasah Nizhamiyah merupakan ulama-ulama syari’ah. Ketiga,
pendiri madrasah ini bukanlah pembela ilmu filsafat. Keempat, zaman berdirinya
madrasah ini merupakan zaman penindasan ilmu filsafat dan ilmu filosof.[11]
Dengan keterangan itu nyatalah
bahwa Madrasah Nizhamiyah adalah fakultas Agama dan Fakultas Syari’ah dan tiada
memasukan ilmu Filsafat yang berdasarkan bebas berfikir dan membahas, seperti
Baitul Hikam masa dahulu. Di Madrasah Nizhamiyah diajarkan ilmu fiqih dalam
empat mazhab, dan mazhab Syafi’i
mempunyai kedudukan istimewa.
Keterangan lain menyebutkan
bahwa pelajaran di Madrasah Nizhamiyah berpusat pada al-Quran (membaca,
menghafal dan menulis), satra arab, sejarah nabi Muhammad Saw, dan berhitung
dengan menitikberatkan pada mazhab Syafi’i dan sistem teologi Asy’ariyah. Abdul
Majid ketika menyoroti segi-segi negatif Madrasah Nizhamiyah, mengatakan bahwa
madrasah ini mengkonsentrasikan usahanya pada pengajaran ulum al-syari’ah dan
ushul al-din sesuai tujuan yang telah ditetapkan padanya.
Konsekuensinya, Madrasah Nizhamiyah membagikan ilmu-ilmu terapan yang praktis (al-ulum
al-tathbiqiyah al-amaliyah).[12]
3.
Tenaga Pengajar dan
Pelajar Madrasah Nizhamiyah Baghdad.
Madrasah Nizhamiyah
merupakan lembaga pendidikan tinggi, yang secara otomatis pasti mengajarkan
pendidikan tinggi pula. Oleh karena itu, pemilihan guru-guru yang mengajar di
madrasah ini sangat selektif. Ulama-ulama terkemuka pada waktu itu dan
guru-guru besar yang masyhur dan mempunyai kompetensi di bidangnyalah yang
dipilih untuk mengajar. Status guru-guru tersebut ditetapkan dengan
pengangkatan oleh khalifah dan bertugas dalam masa tertentu.
Di dalam melaksanakan
tugasnya seorang pengajar selalu dibantu oleh seorang pembantu, ia bukan guru
tetapi lebih tinggi kedudukannya dari para pelajar biasa. Pembantu ini
berfungsi sebagai asisten guru yang di antar tugasnya adalah menjelaskan
bagian-bagian yang sulit difahami setelah guru memberikan mata kuliah, atau
membantu para pelajar yang kurang pandai dan pada waktu tertentu dapat melaksanakan
pekerjaan guru atas tugas-tugas yang biasa dilakukan guru.
Guru-guru atau
dosen-dosen di Madrasah Nizhamiyah, di antaranya yaitu: (1) Abu Ishak
as-Syirazi (wafat tahun 476 H/1083 M). (2) Abu Nashr as-Shabbagh (477 H/1089
M). (3) Abul Qasim al-Alawi (482 H/1089 M). (4) Abu Abdullah al-Thabari (495
H/1101 M). (5) Abu Hamid al-Gazali (505 H/1111 M). (6) Radliyuddin al-Qazwaini
(575 H/1179 M). (7) al-Firuzabedi (817 H/111414 M).[13]
Nizam al-Mulk juga
menyediakan beasiswa untuk para pelajar dan memberi fasilitas asrama. Mereka
yang tinggal di asrama diberi belanja secukupnya. Ia mengumumkan kepada semua
orang bahwa pengajaran di madrasah-madrasahnya terbuka untuk siapa saja tanpa
membedakannya. Ia memberi bantuan untuk semua pelajar tanpa mengharapkan kembali,
dan seluruh biaya pendidikan di situ gratis. Ia juga menetapkan beasiswa secara
teratur kepada para siswa yang kurang mampu, di antara yang memanfaatkan
kesempatan ini adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali dan saudaranya Ahmad.
4.
Pendanaan dan Sarana
Madrasah Nizhamiyah Baghdad.
Sumber dana yang paling lazim bagi pembangunan Madrasah
adalah lembaga wakaf, sebuah cara tradisional dalam Islam untuk mendukung
lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat umum. Menyumbangkan materi (Zakat)
yang diperuntukkan bagi para mustahiq dan bagi pengembangan Islam
merupakan bagian dari rukun Islam. Dalam hal ini pendidikan jelas termasuk pada
kategori kedua.
Dalam pembangunan Madrasah,
wazir Nizam Al-Mulk menyediakan dana wakaf untuk membiayai mudarris,
imam, dan juga mahasiswa yang menerima beasiswa dan fasilitas asrama. Dengan
dana itu, ai mendirikan madrasah-madrasah Nizhamiyah di hampir seluruh wilayah
kekuasaan Bani Saljuk saat itu, mendirikan perpustakaan dengan lebih kurang
6000 jilid buku lengkap dengan katalognya, lalu menetapkan anggaran belanja
seluruh madrasah-madrasah itu sebesar 600.000 dinar. Kemudian Madrasah
Nizhamiyah Baghdad saja sepersepuluhnya, yaitu 60.000 dinar tiap tahun. Ini
sudah cukup untuk membiayai berbagai fasilitas yang disediakan untuk pelajar
dan pengajar, baik berupa akomodasi, uang makan dan tunjangan.
F.
Pengaruh Madrasah
Nizhamiyah Baghdad
A.l-Tibawi
dalam hal ini menyebutkan bahwa ekslusivisme madrasah telah memberikan pengaruh
(influence) pada masyarakat, baik bidang politik, ekonomi, maupun bidang
sosial keagamaan.
Nizam Al-Mulk dalam
kaitan ini dikenal sebagai pejabat pemerintah yang memiliki andil besar dalam
pendirian dan penyebaran madrasah, kedudukan dan kepentingannya dalam
pemerintahan merupakan sesuatu yang sangat menentukan juga. Dalam batas ini
memang madrasah merupakan kebijakan religio-politik penguasa.
Dalam bidang ekonomi,
Madrasah Nizhamiyah di samping sebagai lembaga untuk mengajarkan ilmu syari’ah
dalam rangka mengembangkan ajaran Sunni, memang dimaksudkan pula untuk mempersiapkan
pegawai pemerintah, khususnya dilapangkan hukum dan administrasi. Dengan
demikian, madrasah telah menjanjikan lapangan kerja.
Dari segi sosial
keagamaan, Madrasah Nizhamiyah diterima oleh masyarakat karena sesuai dengan
lingkungan dan keyakinannya. Faktor-faktor penerimaan tersebut antara lain: pertama,
ajaran yang diberikan di Madrasah Nizhamiyah adalah ajaran Sunni, yang dianut
sebagai besar masyarakat waktu itu. Kedua, para pengajar di Madrasah
Nizhamiyah adalah para ulama yang terkemuka. Ketiga, materi pokok yang
diajarkan di madrasah ini adalah al-Fiqh yang dianggap sesuai dengan
kebutuhan masyarakat umumnya dalam rangka hidup dan kehidupan yang sesuai
dengan ajaran dan keyakinan mereka.
G.
Kesimpulan
Philip K. Hitti
mengatakan bahwa Madrasah Nizhamiyah didirikan pada 1065-1067 oleh Nizham
al-Mulk seorang menteri dari Persia pada Khalifah Bani Saljuk, Sultan Alp
Arslan dan Maliksyah, yang merupakan penyokong Umar al-Khayam.
Tujuan didirikannya Madrasah Nizhamiyah
selain untuk pengembangan ilmu pengetahuan agama juga untuk memperkuat
pemerintahan.
Menurut Mahmud Yunus
dalam Abudin Nata, di antara motivasi pendirian banyak madrasah di mana
pengaruh Turki (Saljuk) adalah untuk mengambil hati rakyat, mengharap pahala
dan ampunan dari Allah, memelihara kehidupan anak-anaknya di kemudian hari,
memperkuat aliran keagamaan bagi sultan atau pembesar.
Madrasah Nizhamiyah
merupakan prototype awal bagi lembaga pendidikan tinggi, ia juga
dianggap sebagai tonggak baru dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, dan
merupakan karakteristik tradisi pendidikan Islam sebagai suatu lembaga
pendidikan resmi dengan sistem asrama. Pemerintah/penguasa ikut terlibat di
dalam menentukan tujuan, kurikulum, tenaga pengajar, pendanaan, sarana fisik
dan lain-lain, yang memberikan inspirasi pada pendirian universitas-universitas
modern.
Kendati Madrasah Nizhamiyah mampu
melestarikan tradisi keilmuan dan menyebarkan ajaran Islam dalam versi
tertentu, tetapi keterkaitan dengan standarisasi dan pelestarian ajaran kurang
mampu menunjang pengembangan ilmu dan penelitian yang inovatif.
[5] M. Athiyah
al-Abrasi, Tarbiyyatul Islamiyyah, alih bahasa Bustami A. Gani dan
Djohar Bahry, Dasar-dasar pokok Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan
Bintang, 1990) h. 80
[6] Abu Su’ud, Islamologi,
Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Perdaban Umat Manusia, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2003) h. 81
[7] Philip K. Hitti , History
of The Arabs, From The Earlies Times to the Present, (NewYork: Palgrave
Macmillan, 2002) h. 515
[8] Amin Abdullah, dkk. Antologi
Studi Islam, Teori dan Metodologi, (Yogyakarta : Sunan Kalijaga Press,
2000) h. 186-187
Tidak ada komentar:
Posting Komentar