A.
Pendahuluan
Madrasah
adalah salah satu bentuk institusi (lembaga) pendidikan formal dalam Islam.
Model madrasah tidak sama dengan masjid atau lembaga pendidikan Islam lainnya,
walaupun pada hakekatnya madrasah merupakan perkembangan dari masjid.
Akibat
antusias dan besarnya semangat belajar (menuntut ilmu) umat Islam, membuat
masjid-masjid penuh dengan halaqah-halaqah. Dari tiap-tiap halaqah
terdengar suara guru-guru yang menjelaskan pelajaran atau suara perdebatan (mudharabah)
tanya jawab dalam proses belajar mengajar, sehingga menimbulkan kebisingan yang
mengganggu orang ibadah.[1]
Fungsi
masjid sebagai tempat pendidikan dalam perkembangannya di pertimbangkan
kembali, sehingga mendorong dibukanya lembaga-lembaga pendidikan baru. Dalam
hal ini terdapat sejumlah teori yang menjelaskan alasan dipertimbangkannya
kembali masjid sebagai tempat pendidikan, sehingga terjadi transformasi lembaga
pendidikan dari masjid kebentuk yang lainnya, yaitu madrasah.
Dalam
sejarah Islam, madrasah sudah menjadi fenomena yang menonjol sejak awal abad
11-12 Masehi atau abad 5 Hijriyah, khususnya ketika Wazir Bani Saljuk Nizam
al-Mulk mendirikan madrasah Nizamiyah di Baghdad.[2]
Begitu
pula di Makkah dan Madinah, berdiri pula beberapa madrasah, walaupun keberadaan
madrasah di Makkkah dan Madinah tidak tumbuh subur seperti madrasah-madrasah di
Indonesia khususnya.
B.
Lembaga Pendidikan
Islam pada Masa Rasulullah
1.
Tahapan Pendidikan
Islam pada Fase Makkah
a.
Tahap Pendidikan
Islam secara Rahasia dan Perorangan
Pada awal turunnya wahyu pertama,
pola pendidikan yang dilakukan adalah secara sembunyi-sembunyi, mengingat
kondisi sosial-politik yang belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan
keluarga dekatnya. Yang pada mulanya secara sembunyi-sembunyi mulai diajak
istrinya Khadijah yang kemudian diikuti anak angkatnya Ali bin Abi Tholib, Zaid
bin Haritsah dan kemudian para sahabatnya, mereka disebut al-Saabiqun
al-Awwalun.[3] Tahap ini berlangsung selama 3 tahun. Sebagai
lembaga pendidikan Islam yang pertama pada era awal ini adalah rumah Arqom ibn
Arqam. (QS Asy-Syuara’ 213-216)
xsù äíôs? yìtB «!$# $·g»s9Î) tyz#uä cqä3tGsù z`ÏB tûüÎ/¤yèßJø9$# ÇËÊÌÈ öÉRr&ur y7s?uϱtã úüÎ/tø%F{$# ÇËÊÍÈ ôÙÏÿ÷z$#ur y7yn$uZy_ Ç`yJÏ9 y7yèt7¨?$# z`ÏB úüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÊÎÈ ÷bÎ*sù x8öq|Átã ö@à)sù ÎoTÎ) ÖäüÌt/ $£JÏiB tbqè=yJ÷ès? ÇËÊÏÈ
Artinya:
“Maka janganlah kamu
menyeru (menyembah) Tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu
Termasuk orang-orang yang di'azab. Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang
yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu. Maka Katakanlah: "Sesungguhnya
aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan".[4]
b.
Tahap Pendidikan
Islam secara terang-terangan
Perintah
da’wah secara terang-terangan dilakukan oleh Rosulullah, seiring dengan jumlah
sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkauan seruan dakwah,
karena diyakini dengan dakwah tersebut banyak kaum quraisy yang akan masuk
agama Islam. Di samping itu keberadaan rumah Arqom ibn Arqam sebagai pusat dan
lembaga pendidikan Islam sudah diketahui oleh kuffar Quraisy.
c.
Tahap Pendidikan
Islam untuk Umum
Dua
tahap pendidikan Islam diatas kelihatannya belum maksimal sesuai dengan apa
yang diharapkan, maka Rosulullah mengubah strategi dakwahnya kepada seruan
umum, umat manusia secara keseluruhan. Seruan dalam sekala “internasional”
tersebut didasarkan kepada perintah Allah, surat al-Hijr ayat 94-95.
÷íyô¹$$sù $yJÎ/ ãtB÷sè? óÚÌôãr&ur Ç`tã tûüÏ.Îô³ßJø9$# ÇÒÍÈ $¯RÎ) y7»oYøxÿx. úïÏäÌöktJó¡ßJø9$# ÇÒÎÈ
Artinya:
“Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.Sesungguhnya Kami
memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan
(kamu)”.[5]
Pada
musim haji Rosulullah mendatangi kemah-kemah para jemaah haji, pada awalnya
tidak banyak yang menerima, kecuali sekelompok jemaah haji dari Yasrib, kabilah
Khazraj yang menerima dakwah secara antusias.
Lembaga
pendidikan Islam pada fase ini ada dua macam tempat yaitu rumah Arqam ibn Arqam
dan Kuttab.[6]
Wacana
pemikiran pendidikan Islam pada masa nabi sudah tentu tidak sistematis dan
secanggih yang ada sekarang ini. Meskipun demikian perhatian umat terhadap ilmu
pengetahuan jelas sangat tinggi dan hal ini terwujud sesuai dengan.
2.
Lembaga Pendidikan
Islam pada fase Madinah.
Ketika
Rasulullah dan para sahabat pindah ke Madinah salah satu program utama yang
beliau lakukan adalah pembangunan sebuah masjid. Setelah selesai membangun
masjid maka Rosulullah menempati sebagian ruangannya yang memang khusus
disediakan untuknya.
Masjid
itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad saw bersama kaum muslimin untuk
bersama-sama membangun masyarakat baru dan dimasjid itulah Rasulullah
bermusyawarah mengenai berbagai urusan termasuk membacakan al-Qur’an dan
membavakan ayat-ayat yang baru diwahyukan. Dengan demikian masjid merupakan
pusat pendidikan dan pengajaran.
Pada
fase Madinah materi pendidikanyang diberikan cakupannya lebih kompleks
dibandingkan dengan materi pendidikan fase Makkkah. Di antara pelaksanaan
pendidikan di Madinah adalah :
1)
Pendidikan ukhuwah
(persaudaraan ) antar kaum muslimin.
2)
Pendidikan
kesejahteraan sosial.
3)
Pendidikan kesejahteraan
keluarga kaum sahabat
4)
Pendidikan pertahanan
dan keamanan dakwah Islam.
Pola
pendidikan Islam periode Rasulullah saw, fase Makkah dan Madinah memiliki
persamaan disamping terdapat perbedaan.
Fase Makkah ada dua lembaga pendidikan yaitu rumah Arqam ibn Arqam dan
kuttab, sedangkan di Madinah lembaga pendidikan rumah para sahabat dan masjid
sebagai sentral daripada seluruh kegiatan Rasulullah yang multifungsi.[7]
Kurikulum
yang dipakai di Makkah dan Madinah adalah sama, yaitu al-Qur’an yang dijelaskan
dengan Hadits Nabi Muhammad saw yang diurunkan beangsur-angsur, hanya kurikulum
Madinah lebih komplit seirama dengan bertambahnya wahyu yang diturunkan kepada
Rosuullah saw.[8]
Tempat
yang paling utama untuk memberi pelajaran adalah masjid, karena duduk untuk
mengajar itu hanya berfaedah bila dapat memperlihatkan sunnah, memberantas
bid’ah dan dapat mengajarkan sesatu hukum dari hukum-hukum yang didatangkan
Allah.[9]
C.
Lembaga Pendidikan
Islam pada masa Pertengahan
Lembaga
pendidikan Islam atau madrasah merupakan perkembangan lebih lanjut sekaligus
formalisasi tradisi pendidikan yang sudah berlangsung di masjid, masjid khan
dan kuttab. Meskipun demikian kehadiran madrasah tidak serta merta
mengahiri peran kuttab, masjid khan dan masjid sebagai pusat pembelajaran.[10]
Hal
itu terbukti seperti keberadaan masjid yang ada di Makkah dan Madinah yaitu
masjid Al-Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah yang keberadaannya tetap
sebagai sentral aktifitas pendidikan khususnya bagi warga Makkah dan Madinah
umumnya bagi umat Islam di dunia.
Fakta
demikian yang menjadi faktor utama penyebab minimnya madrasah-madrasah atau
lembaga pendidikan di Makkah dan Madinah disamping adanya faktor-faktor lain
yang nanti akan dijelaskan pada makalah ini.
Meskipun
faktanya demikian, minimnya madrasah di Makkah dan Madinah bukan berarti
lembaga pendidikan di dua tempat tersebut tidak berkembang, sebab apa yang terjadi di Masji al-Haram dan
Masjid Nabawi juga sama dengan
kegiatan-kegiatan di madrasah pada umumnya, yaitu sebagai lembaga pendidikan
dengan ilmu-ilmu keislaman sebagai kajian dan al-Qur’an sebagai porosnya.
Bedannya kalau di madrasah mengenal sistim kelas kurikulum terstruktur dan sebagainya.
1.
Madrasah-madrasah di
Makkah
Meski
dikenal akrab sebagai istilah lain dari
“sekolah”, madrasah tak hanya memiliki definisi seringkas itu. Istilah madrasah
berasal dari bahasa Arab “madrasatun” atau “madrasah” asalnya dari kata
“darosa” yang berarti “belajar” atau mempelajarai secara sungguh-sungguh. Kata
madrasah dalam bahasa Arab merupakan bentuk kata “dharfu al-makan” (keterangan
tempat) yang secara harfiyah dapat diartikan sebagai “tempat belajar” atau
“tempat memberikan pelajaran”.
Ditarik
dari asal katanya, kelahiran madrasah diyakini berasal dari Arab atau dunia
Islam. Para ahli sejarah pendidikan seperti Al-Tibawi dan Mehdi mengatakan
bahwa madrasah merujuk pada lembaga pendidikan tinggi yang luas di dunia Islam
klasik.
Artinya,
secara istilah, terminologi madrasah pada masa klasik Islam tidak sama
pengertiannya dalam bahasa Indonesia. Pun dalam bahasa lainnya, para peneliti
sejarah Islam menggunakan kata yang bervariasi untuk menyebut madarsah.
Misalnya scule atau hochscule (dalam bahasa Jerman), school,
college, atau academy (Inggris).
Nakosteen
menerjemahkan kata madrasah dengan kata “university” (universitas). Ia juga
menjelaskan bahwa madarash-madarsah pada masa klasik Islam didirikan para
penguasa Islam untuk membebaskan masjid dari beban-beban pendidikan sekuler-sektarian. Sebab sebelum
madrasah lahir, masjid telah digunakan sebagai lembaga pendidikan secara umum.[11]
Pendidikan
menghendaki adanya aktivitas dengan segala hiruk pikuknya sementara masjid
sebagai tempat ibadah menghendaki ketenangan. Itulah sebabnya pertentangan
antara tujuan pendidikan dan tujuan agama di masjid hampir-hampir tidak
memperoleh titik temu.
Madarasah
kemudian lahir sebagai lembaga pendidikan alternatif untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan yang tetap berpijak pada motif keislaman. Para ahli sejarah membagi
priode sejarah menjadi tiga, yakni masa klasik, masa pertengahan dan masa
modern. Periodisasi itu dibuat dengan merujuk perkembangan lembaga pendidikan
madarasah.
Madrasah
yang berdiri pada abad ke 4 itu menjadi satu-satunya lembaga pendidikan yang
diakui negara dikala itu dan merupakan pelopor kelahiran madrasah dalam arti
lembaga pendidikan Islam yang sesungguhnya.
Madrasah
ini sekaligus menjadi awal dari fase terakhir yang berakhir bersamaan dengan
runtuhnya Khilafah Usmaniyah. Selanjutnya madrasah terus berkembang seiring
perkembangan zaman dan pemaknaan terhadap madrasah itu sendiri.[12]
Salah satu hasil perkembangan itupun terjadi di Makkah dan Madinah.
Terdapat
wacana yang mendeskripsikan bahwa madrasah-madrasah di Makkah dan Madinah
secara kuantitatif lebih sedikit
dibanding dengan madrasah Nizhamiyah di Baghdad, al-Mustansiriyah di
Baghdad, al-Nasiriyah di Kairo, al-Nuriyah al-Kubra di Damascus dan madrasah
al-Azhar di Cairo. Hal ini menurut analisis dikarenakan adanya Masjid al- Haram
dan masjid Nabawi di Harmayn sebagai sentral aktifitas pendidikan.
Madrasah
dikenalkan di Hijaz yang berada di bawah kekuasaan Sholah al-Din al-Ayubi.
Hasil peperangan beliau yang terbesar ialah merebut kembali Yerussalem pada
tahun 1187 M, kemudian pada tahun 1183-1184 masehi salah satu gubernurnya yang
bernama Aden mendirikan madrasah untuk mazhab Hanafi di Makkah yang kemudian
satu tahun berikutnya dibangun madrasah untuk mazhab Syafi’i.[13]
Walaupun
mazhab Hanafi pernah jaya di zaman pemerintahan Harun di Kuffah, tetapi Abu
Hanifah pernah berguru pada Imam Malik di Hijaz, jadi ada kemungkinan didirikan
madrasah Abu Hanifah di Makkah. Demikian pula Imam Syafe’i walaupun beliau
dilahirkan di Gazza sebuah wilayah di negeri Syiria tahun 150 H, tetapi oleh ibunya dia
dibesarkan di Makkah.
Seorang
sejarawan, Taqi al-Din al-Fasi al-Makki (775-832 H/1373-1428 M), seperti
dikutip oleh Azyumardi Azra menyatakan madrasah-madrasah di Makkah adalah :
1)
Madrasah ‘Ursufiyah
didirikan pada tahun 571 H/1175 M oleh Abdullah
Muhammad al-‘Ursufi (wafat 595 H/1196 M) didekat umroh bagian selatan
masjid al-Haram.
2)
Ribath ( lembaga
pendidikan untuk para sufi/ahli tasawuf), yang merupakan pengembangan dari
madrasah ‘Ursufiyah, yang kemudian disebut dengan Ribath Ruqaibah (Abi
Qutaibah).
3)
Ribath al-Muwaffaq
yang terletak di sisi barat daya atau dekat pintu Ibrahim, masjid al-Haram.
4)
Madrasah Muzhafariyah,
terletak disebelah selatan masjid al-Haram.
5)
Madrasah Qoi’it
Bey, madrasah megah yang dijumpai di Makkah didirikan oleh Sultan Mamluk,
yang mempunyai ruangan besar untuk kuliah umum, 72 ruangan kelas untuk guru dan
murid, dan empat perpustakaan untuk masing-masing mazhab Sunni.
6)
Madrasah al-Syarif
al-Ajlan, yang dibangun oleh penguasa atau dermawan non-Hijazi, Ajlan Abu
Syari’ah (744-1344 M)
7)
Madrasah-madrasah
yang didirikan oleh penguasa-penguasa Utsmani sebanyak 5 madrasah, 4 dibangun
oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni dan 1 dibangun oleh Sultan Murad.
8)
Madrasah-madrasah
yang didirikan oleh pejabat tinggi Abasiyah sebanyak 4 madrasah.
9)
Madrasah-madrasah
yang didirikan oleh penguasa Mesir termasuk Mamluk dan penguasa Yaman,
masing-masing mendidirikan 3 madrasah.
10)
Madrasah yang
didirikan oleh muslim India sebanyak 2 madrasah.[14]
Jumlah
madrasah yang cukup banyak di Makkah tersebut tidak dapat bertahan lama.
Madrasah Qo’it Bey yang megah ahirnya dijual dan dijadikan asrama jamaah haji Mesir. Namun pada
pertengahan abad ke 19 Hasyib Psya
mengembalikan komplek bangunan Qo’it Bey ini pada fungsi semula, yaitu
sebagai madrasah.
Madrasah
di Makkah cukup rapuh dari segi keuangan, karena hampir semua tergantung pada
wakaf yang kebanyakan diberikan oleh penguasa dan dermawan non-Hijazi.
2.
Madrasah-madrasah di
Madinah
Pelacakan
mengenai sejarah madrasah-madrasah di Madinah lebih sulit dibanding dengan
madrasah-madrasah di Makkah. Sumber-sumber yang berkenaan dengan sejarah
Madinah kebanyakan bungkam tentang hal ini.
Berikut
ini adalah beberapa madrasah yang ada di Madinah :
1)
Madrasah Ali Hijaz
atau madrasah Ali Madinah yang didirikan oleh tokoh madzhab Sunni Malik
Ibnu Anas Ashbahi (95-179 H)
2)
Sultan Giyats al-Din
membangun madrasah lengkap dengan ribathnya di Madinah pada tahun 814 H/1411 M.
Namun sayang nama madrasahnya tidak disebut.
3)
Madrasah Jaubaniyah
didirikan pada tahun 724 H/ 1323 M oleh Jauban Ata Bek, penguasa Mamluk di
wilayah antara Dar al-Syibak dan al-Husna al-Atiq.
4)
Madrasah Asyrafyah, yang didirikan oleh penguasa Mamluk secara
kolektif.
5)
Madrasah
al-Basithiyah didirikan oleh Zayni Abaq al-Basith
6)
Madrasah al-Zamaniyah
dibangun oleh Syams al-Din al-Zaman
7)
Madrasah al-Sanjariyah,
terletak dekat bab al-Nisa
8)
Madrasah
al-Syahabiyah diwakafkan al-Muzaffar al-Gazzi
9)
Madrasah al-Mazhariyah
didirikan oleh Zaini Katib.[15]
10)
Madrasah al-Hamdiyah,
madrasah yang dibangun oleh penguasa Utsmani.
3.
Sebab-sebab
minimnya madrasah di Makkah dan Madinah.
Informasi
tentang madrasah terdapat dukungan banyak dari literatur. Namun sayang para
sejarawan tidak cukup tertarik berbicara madrasah di Makkah dan Madinah. Hal
ini mengakibatkan pelacakan informasi tentang permasalahan tersebut kurang
lengkap. Namun demikian data-data teoritis dari para sejarawan cukup memberikan
spirit untuk melacak lebih lanjut madrash-madrasah di Makkah dan Madinah.
Secara
kuantitatif madrash-madrasah di Makkah cukup banyak bila dibanding dengan
madrah-madrasah di Madinah, walau di Makkah juga ada masjid al-Haram, namun
hal ini bukan manjadi penyebab tidak munculnya madrasah-madrasah di Makkah.
Pada
kenyataanya para pendiri madarasah di Makkah adalah para darmawan dan para
penguasa non-Hijazi. Sedangkan di Madinah eksistensi masjid Nabawi masih sangat
karismatik untuk mengadakan aktifitas pembelajaran.
Masjid
bahkan merupakan tempat yang multi guna, selain fungsi utamanya untuk ibadah,
masyarakat muslim pada masa-masa awal telah telah memperluas fungsi masjid,
mereka menjadikan masjid sebagai tempat untuk ibadah, lembaga pengajaran, rumah
pengadilan, aula pertemuan bagi tentara dan rumah penyambutan bagi para duta.[16]
Selain
dari itu, unsur politik juga mempengaruhi suburnya keberadaan madrasah di
Makkah dan Madinah. Di Makkah pada umumnya penganut faham wahabi dan di Madinah
mayoritas penganut faham Sunni, sehingga keberadaan lembaga pendidikan islam di
dua tempat tersebut sangat tergantung kepada faham penganut masing-masing
tempat.
Inilah
barangkali yang menyebabkan suramnya kemunculan madrasah-madrasah di Madinah,
di samping para sejarawan tidak banyak memberikan informasi tentang hal itu.
D.
Penutup
Madrasah
adalah salah satu bentuk institusi (lembaga) pendidikan formal dalam Islam, dan
madrasah merupakan perkembangan dari masjid. Kondisi/eksistensi madrasah di
Makkah ataupun di Madinah tidak seperti madrasah-madrasah yang ada di
Indonesia, hal ini dikarenakan adanya masjid al-Haram dan masjid Nabawi sebagai
sentral aktifitas pendidikan dan pusat pengkajian ilmu-ilmu Islam.
Madrasah-madrasah
di Makkah hampir seluruhnya dibangun oleh penguasa-penguasa atau darmawan
non-Hijazi, tapi madrasah-madrasah tersebut tidak bertahan lama karena cukup
rapuh dari segi keuangan dan tergantung pada wakaf yang diberikan oleh penguasa
dan dermawan non-Hijazi. Bererapa madrasah di Makkah dan Madinah telah kami
sebutkan dalam uraian diatas, tapi madrasah di Madinah jumlahnya relatif kecil
dibanding dengan madarah-madrasah yang ada di Makkah.
[1] Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam (Tarikh al-Tarbiyyah
al-Islamiyyah) 1973 h. 106.
[2] Maksum Mukhtar, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, 2011
h.79.
[3] Eneng Muslihah, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Diadit Media, 2012) h. 177.
[4] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta :
Pustaka Agung Harapan, 2006) h al 528 -
529
[5] Departemen Agama RI, Op.
Cit, hal. 362
[6] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008) hal. 36
[7] Samsul Nizar, Op. Cit,
h. 38-39
[8] Ibid., h. 40
[9] Ahmad Syalabi, Sejarah
pendidikan Islam, terj. Mukhtar Yahya, dkk,(Jakarta : Bulan Bintang , tt,)
h. 57.
[10] Arief Subhan, Lembaga
Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20 (Pergumulan antara Modernisasi dan
Identitas) , (Jakarta, UIN Jakarta Pres : 2009) h. 32-33.
[11] Devi A. Oktavika, Madrasah
dari Masa ke Masa, Republika Ahad, 10 Juni 2012.
[12] Devi A. Oktavia, Darul
Arqam, Republika Ahad, 10 Juni 2012.
[13] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2010), cet. Ke-2, h.
80-81,
[14] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama: Timur
Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, (1995) h. 62
[15] Abuddin Nata, Op. Cit,
h. 85.
[16]Maksum Muhtar, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta
: Logos Wacana Ilmu, 2001) h. 54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar