Kamis, 24 November 2011

“Belajar Demomkrasi Melalui Pemilihan Ketua OSIS & Wakil Ketua OSIS

Pesta demokrasi di MTsN Ciruas kembali lagi dalam rangka pemilihan calon Ketua OSIS dan calon Wakil Ketua OSIS periode 2011/2012, Jum`at (04/11/2011). Proses pemilihan Wakil siswa tersebut menggunakan metode demokrasi terbuka. Siswa pun bisa memilih satu dari empat kandidat dengan cara mencoblos surat suara yang memuat nama dan foto pasangan calon. Pencoblosan dilakukan di dalam bilik suara. Pemilihan ketua OSIS di Madrasah Tsanawiyah Negeri Ciruas, oleh Komisi Pemilihan OSIS (KPO) merupakan lembaga/wadah independen yang berada di MTsN Ciruas yang dibawah naungan oleh Pembina OSIS, pemilihan Ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS Periode 2011/2012 melalui penerapan pemilihan secara demokrasi, sebab siswa mengenal istilah demokrasi hanya sebatas di mata pelajaran saja. Hal tersebut sekaligus merupakan sarana pembelajaran siswa sebagai generasi penerus bangsa menuju demokrasi yang sehat. Gagasan ini disambut baik oleh kepaala MTsN Ciruas. Pembina OSIS dan juga KPO sebagai penyelenggara kegiatan.
Untuk lolos hingga menjadi pasangan calon para kandidat terlebih dulu harus melalui beberapa tahapan. Mereka harus lolos penjaringan calon Ketua OSIS dan calon Wakil Ketua OSIS untuk selanjutnya bisa memasuki tahap penetapan nomor urut. Setelah itu mereka juga diberi kesempatan untuk melakukan kampanye.
“pencoblosan ini merupakan tahapan akhir. Siapa yang memperoleh suara terbanyak akan dilantik menjadi Ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS senin mendatang(14/11/2011),oleh kepala MTsN Ciruas” ujar Aep, Ketua KPO MTsN Ciruas.

Adapun empat kandidat pasangan calon Ketua OSIS dan calon Wakil Ketua OSIS dimaksud adalah Usman dan Arini nomor pasangan 1. Kemudian M. Abdan dan Rizka Septiana nomor pasangan 2, Nuracih dan Ernawati nomor pasangan 3 serta Dede dan Ardiansyah dengan nomor pasangan 4. Acara pemilihan ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS dimulai dengan berbagai prosedural yang telah ditetapkan melalui keputusan KPO MTsN Ciruas, bahwa calon Ketua OSIS dan calon Wakil Ketua OSIS kali ini harus benar-benar berbeda dengan kepengurusan tahun lalu, oleh karena itu syarat calon ketua OSIS dan calon Wakil Ketua OSIS di MTsN Ciruas harus memiliki jiwa kepemimpinan yang loyalitas dan kreadibilitas, tidak memiliki catatan hitam baik dari BP maupun dari wakaur Kesiswaan, memiliki prestasi minimal 5 besar di kelasnya, mengikuti salah satu eskul yang ada di MTsN Ciruas dan memiliki pengetahuan tentang keorganisasian.
Pemiliahan calon Ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS oleh KPO pertama mereka harus melakukan pendaftaran calon dilanjutkan dengan pengisian biodata seklaigus pengujian tes tertulis maupun secara lisan (interview) pemilihan calon Ketua OSIS dan calon Wakil Ketua OSIS MTsN Ciruas periode 2011/2012 idealnya seperti pemilihan kepala Daerah dengan berbagai macam visi dan misi yang berbeda, mereka melakukan kampanye lokal artinya kampanye

perkelas yang telah ditentukan oleh KPO sesuai dengan jadwal masing-masing, dengan tujuan untuk menarik hati siswa/siswi MTsN Ciruas, selanjutnya siang harinya seusai pulang sekolah para calon melakukan debat kandidat dengan didukung oleh para tim suksesnya masing-masing, mereka boleh melakukan dan menyampaikan visi dan misi kembali dan diberi kesempatan kepada audien atau tim sukses dari pasangan yang lain bertanya dan mendebat kandidat bagaimana ketika anda terpilih sebagai ketua OSIS apa program yang akan anda lakuklan dan bagaimana untuk mempertrahankan prestasi yang pernah diraih oleh OSIS kemarin begitulah pertanyaan yang mereka lontarkan kepada calon Ketua OSIS dan calon Wakil Ketua OSIS ketika pelaksanaan debat berlangsung (Kamis,3/11/2011)
Pada proses rangkaian kegiatan, telah dilalui tepat pada hari jum`at tanggal 04 Nopember 2011 sekitar tiga jam kemudian, proses pemilihan OSIS berlangsung secara hikmat yang melibatkan hak pilih suara dari siswa-siswi MTsN Ciruas berjalan lancar karena adanya rasa tanggung jawab semua pihak baik guru, siswa maupun panitia dari Komisi Pemilihan OSIS (KPO). Saat itu pula, dilanjutkan dengan perhitungan suara dan hasilnya nomor pasangan 4 atas nama Dede Surya Kusuma & Ardiansyah memperoleh suara terbanyak 268 suara (34,35%), disusul dengan nomor berpasangan 2. M. Abdan & Rizka memperoleh perhitungan suara sebanyak 220 suara (28,20%), dilanjutkan oleh pasangan Usman & Arini memperoleh 150 suara (19,23) dengan nomor pasangan 1 dan kemudian nomor pasangan 3 Nuracih & Eernawati sebanyak 70 suara (8,97%). Adapun Suara tidak sah 72 (9,23%) jumlah suara masuk 780, suara tidak masuk 12 dari jumlah seluruh siswa sebanyak 792 suara.

Makalah Ulumul Qur`an Tentang Penghimpunan dan pembukuan Al-Qur`an

PENGHIMPUNAN DAN PEMBUKUAN AL-QUR`AN
Oleh : Aep Saepul Anwar, S.Pd.I


A. Pendahuluan
Al Qur’an merupakan kalam Illahi yang di wahyukan kepada Muhammad SAW untuk disampaikan kepada segenap umat manusia di dunia dan dijadikan sebagai pedoman hidup bagi manusia dan merupakan kitab suci bagi umat islam, namun tidak banyak orang yang mengetahui apa itu sebenarnya yang dinamakan Al Qur’an, serta bagaimana proses awal pembukuan serta pembakuan Al Qur’an itu sendiri, maka dari itu makalah ini akan membahas seputar pengertian Al Qur’an dan proses pembukuan serta pembakuan Al Qur’an hingga menjadi Al Qur’an yang utuh yang sering kita baca pada setiap harinya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususya.
Pengumpulan dan pembukuan Al-Qur`an terkadang diartikan dengan menghafalkan dan mengikatnya dalam dada dan terkadang diartikan dengan penulisannya dalam lembaran-lembaran. Pengumpulan Al-Qur`an dengan pengertian di atas ini melalui tiga masa perkembangan yaitu :
1. Pengumpulan dan pembukuan Al-Qur`an pada masa Nabi Muhammad SAW,
2. Pengumpulan dan pembukuan Al-Qur`an pada masa Khalifah pertama, Abu Bakar Shidiq r.a,
3. Pengumpulan dan pembukuan Al-Qur`an pada masa Khalifah ketiga, Utsman ibn Affan r.a.
Ketika Al-Qur`an turun kepada Nabi Muahammad SAW, beliau menyampaikannya kepada para sahabatnya secara perlahan-lahan agar mereka menghafal lafaznya dan mampu memahami maknanya. Nabi Muhammad SAW, sangat perhatian dalam menghafal (memlihara) Al-Qur`an dan dalam memperolehnya.
Begitu besar perhatian dan kemauannya untuk menghafal dan memelihara Al-Qur`an, beliau senantiasa menggerakan lidahnya untuk mengucapkan dan melatihnya hingga diluar batas kebiasaan, yakni dengan menyegarakan penghafalannya karena khawatir ada yang luput walau satu kalimat atau menghilangkan satu huruf saja dari Al-Qur`an . Hal ini senantiasa Nabi Muhammad SAW lakukan sehingga Allah SWT, menegur beliau dan menjanjikannya untuk menghafalkannyadi dalam dadanya, membacakan lafadz, dan memberikan pemahaman maknanya kepada beliau.
B. Pembahasan Tentang Penghimpunan dan Pembukuan Al-Qur`an
Yang dimaksud dengan penghimpunan atau pengumpulan Al-Qur`an (Jam`ul Qur`an) oleh para ulama adalah salah satu dari dua pengertian yaiitu:
1. Pengumpulan dalam arti hifzuhu (menghafalnya dalam hati). Jam`ul Qur`an artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya, orang yang menghafalkannya di dalam hati). Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada Nabi-nabi senantiasa mengerak-gerakan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Qur`an ketiak Qur`an itu turun kepadanya sebelum Jibril selesai membacakannya.
2. Pengumpulan atau penghimpunan dalam arti Kitabatuhu Kullihi (penulisan Qur`an semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah di tulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang terhimpun semua surah.
Pengumpulan dan penghimpunna Al-Qur`an merupakan suatu tahap penting dalam sejarah Al-Qur`an. Dari itu Al-Qur`an terpelihara dari pemalsuan dan persengketaan mengenai ayat-ayatnya sebagaimana terjadi pada hli kitab, serta terhindar dari kepunahan. Mengenai pemeliharaan Al-Qur`an, Allah berjani:

  •     
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya."(QS. Al-Hijr: 9)

Ayat Ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya. Sebagaimana Ash Shabuni (1985) dan Al Hasan (1983) menerangkan bahwa kata "pengumpulan" (al-Jam`u) untuk Al-Qur`an memiliki dua pengertian yaitu penghafalan (al-hifzhu) dan penulisan (al-kitabah). Pengumpulan Al-Qur`an terbagi dalam 2 periode; yaitu pada masa Nabi Muahammad SAW dan periode Khulafaur Rasyidin, yaitu pada masa Khalifah Abu bakar Ash-Shidiq dan Khalifah Utsman bin Affan (Ash Shabuni, 1985).
1. Pengumpulan dan Pembukuan Al-Qur`an Masa Rasulullah SAW
Al-Qur’an merupakan sumber ajaran islam yang diwahyukan kepada rasulullah secara mutawatir pada saat terjadi suatu peristiwa, disamping rasulullah menghafalkan secara pribadi, Nabi juga memberikan pengajaran kepada sahabat-sahabatnya untuk dipahami dan di hafalkan, ketika wahyu turun Rasulullah menyuruh Zaid bin Tsabit untuk menulisnya agar mudah dihafal karena Zaid merupakan orang yang paling berpotensi dengan penulisan, sebagian dari mereka dengan sendirinya menulis teks Al-Qur’an untuk di milikinya sendiri diantara sahabat tadi, para sahabat selalu menyodorkan Al-Qur’an kepada Nabi dalam bentuk hafalan dan tulisan-tulisan.
Pada masa Rasullah untuk menulis teks Al-Qur’an sangat terbatas sampai-sampai para sahabat menulis Al-Qur’an di pelepah-pelepah kurma,lempengan-lempengan batu dan dikeping-keping tulang hewan, meskipun Al-Qur’an sudah tertuliskan pada masa rasulullah tapi al-qur’an masih berserakan tidak terkumpul menjadi satu mushaf. Pada saat itu memang sengaja dibentuk dengan hafalan yang tertanam didalam dada para sahabat dan penulisan teks Al-Qur’an yang di lakukan oleh para sahabat. Dan tidak dibukukan didalam satu mushaf di karenakan rasulullah masih menunggu wahyu yang akan turun selanjutnya, dan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an ada yang dimansukh oleh ayat yang lain, jika umpama Al-Qur’an segera dibukukan pada masa rasulullah, tentunya ada perubahan ketika ada ayat yang turun lagi atau ada ayat yang dimanskuh oleh ayat yang lain.
Pada masa Rasulullah SAW masih hidup, pengumpulan dan penghimpunan Al-Qur`an dilakukan dengan dua cara, yaitu pengumpulan dalam dada (penghafalan) dan penulisan.
a. Pengumpulan Al-Qur`an Dalam Dada (Penghafalan)
Rasulullah amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu penurunan wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya, persis seperti dijanjikan Allah: Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya (al-Qiyamah:17). Oleh sebab itu, ia adalah hafiz (penghafal) Al- Qur`an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya , sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah.
Penghafalan ini sangat penting mengingat Al-Qur`an turun kepada yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis) yang ditulis di tengah kaum yang juga ummi. Allah SWT, berfirman:
                     
"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata."(QS. Al-Jumu`ah: 2)

Sebagai orang yang ummi, mereka hanya mengandalkan kekuatan hafalan dan ingatannya. Memang bagsa Arab pada masa turunnya Al-Qur`an memiliki budaya menghafal. Kekuatan ingatan dan hafalan mereka luar biasa. Banyak di antara mereka yang hafal beratus-ratus ribu syair dan mengingat diluar kepala silsilah serta nasab mereka. Maka ketika Al-Qur`an dengan jelas dan tegas ketentuannya, merekapun menghafalkan ayat demi ayat dan suart demi surat. Menilai Al-Qur`an sebagai bacaan yang sangat tinggi derajat kesusastraan dan kandungan isinya, mereka meninggalkan syair-syair kosong yang selama ini mereka hafalkan karena merasa memperoleh ruh dari Al-Qur`an
b. Pengumpulan Al-Qur`an Dalam Bentuk tulisan
Rasulullah, tidak hanya menghafalkan Al-Qur`an dan membacakannya kepada para sahabat dan kemudian dihafalkan oleh mereka, melainkan juga beliau menuliskannya dalam lembaran-lembaran.
Untuk itu Nabi memiliki beberapa orang penulis wahyu (kuttabu al-wahyu) seperti Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka`ab, Muadz bin Jabal, Muawiyah bin Abu Sufyan, Khulafaur Rasyidin, Tsabit Bin Qays, dan Khalid bin Walid. Bila ayat turun, ia memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan di dalam hati.
Di samping itu perangkat alat tulis sulit diperoleh sehingga mereka menuliskan ayat Al-Qur`an pada benda-benda yang mudah diperoleh, seperti pada pelapah kurma, lempengan batu, daun lontar, tulang belulang kulit atau daun kayu dan selainnya. Pada masa Nabi SAW, Al-Qur`an telah tertulis seluruhnya meskipun masih terpisah-pisah, dan penulisan tersebut dilakukan dengan "tujuh huruf" sebagaimana keadaan Al-Qur`an diturunkan.
Tulisan-tulisan Al-Qur'an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubai bin Ka'ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Mas'ud telah menghafalkan seluruh isi Qur'an di masa Rasulullah.
Dan mereka menyebutkan pula bahwa Zaid bin Sabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Qur'an di hadapan Nabi, diantara mereka yang disebutkan di atas. Rasulullah SAW berpulang ke rahmatullah di saat Al-Qur'an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti disebutkan diatas. Tetapi Al-Qur'an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyuruh (lengkap). Bila wahyu turun, segeralah dihafal oleh para qurra dan ditulis para penulis, tetapi pada saat itu belum diperlukan membukukannya dalam satu mushaf, sebab Nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu.
Disamping itu terkadang pula terdapat ayat yang menasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya. Susunan atau tertib penulisan Al-Qur'an itu tidak menurut tertib nuzulnya, tetapi setiap ayat yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi- ia menjelaskan bahwa ayat anu harus diletakkan dalam surah anu. Andaikata (pada masa Nabi) Al- Qur'an itu seluruhnya dikumpulkan di antara dua sampul dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun lagi. Az-Zarkasyi berkata, "Al-Qur'an tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu, penulisannya dilakukan kemudian sesudah Al-Qur'an turun semua, yaitu dengan wafatnya Rasulullah."
Dengan pengertian inilah ditafsirkan apa yang diriwayatkan dari Zaid bin Sabit yang mengatakan, "Rasulullah telah wafat sedang Al-Qur'an belum dikumpulkan sama sekali." Maksudnya ayat-ayat dalam surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf. Al-Katabi berkata, "Rasulullah tidak mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu mushaf itu karena ia senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau bacaannya. Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasululah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para Khulafaurrasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya . Dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar."
Adapun penyebab timbulnya penulisan Al-Qur`an pada masa Nabi SAW, ialah sebagai berikut:
1. Tulisan dapat memperkuat hafalan sehingga Al-Qur`an dapat memiliki sarana-sarana pemeliharaannya, baik hafalan maupun penetapan (dalam bnetuk tulisan). Oleh karena itu, referensi pengumpulan Al-Qur`an adalah hafalan dan tulisan.
2. Penyampaian wahyu secara sempurna, sebab penyampaian wahyu bersandarkan hafalan para sahabat tidak memadai karena mereka tidak luput dari kelupaan atau kematian, sedangkan tulisan akan senantuasa ada atau kekal dan tidak akan hilang.
2 Pengumpulan dan Pembukuan Al-Qur`an Masa Khalifah Abu Bakar Shidiq
Abu Bakar adalah pemangku pertama jabatan khalifah. Dalam perjalanan kepemimpinannya ia mengalami banyak permasalahan yang rumit, diantaranya adalah perang melawan orang-orang murtad yang terjadi dalam kaum muslim sendiri dan melawan pengikut Musailimah Al-Kadzab.
Pada dasarnya, seluruh Al-Qur`an sudah ditulis pada waktu Nabi masih ada. Hanya saja, pada sat itu surat-surat dan ayat-ayatnya belum ditulis dengan terpencar-pencar. Dan orang pertama kali menyusunnya dalam satu mushaf adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Abu Abdillah Al-Muhasibi berkata di dalam kitabnya, “Fahm As-Sunan” penulisan Al-Qur`an bukanlah sesuatu yang baru, sebab Rasulullah SAW pernah memerintahkannya,. Hanya saja, saat itu tulisan Al-Qur`an berpencar-pencar pada pelapah kurma, batu halus, kulit, tulang unta, dan bantalan dari kayu. Abu Bakar kemudian berinsiatif menghimpun semuanya.
Ketika Rasullulah wafat dan kekhalifaaan jatuh ketangan Abu Bakar, banyak dari kalangan orang Islam kembali kepada kekhafiran dan kemurtatan, dengan jiwa kepemimpinannya umar mengirim pasukan untuk memerangi. Tragedi ini dinamakan perang Yamamah (12 H), yang menewaskan sekitar 70 para Qori’ dan Hufadz. dari sekian banyaknya para hufadz yang gugur, umar khawatir Al-Qur’an akan punah dan tidak akan terjaga, kemudian umar menyusulkan kepada Abu Bakar yang saat itu menjadi khalifah untuk membukukan Al-Qur’an yang masih berserakan kedalam satu mushaf, pada awalnya Abu Bakar menolak dikarenakan hal itu tidak dilakukan pada masa Rasulullah, dengan penuh keyakinan dan semangatnya untuk melestarikan Al-Qur’an umar berkata kepada Abu Bakar “ Demi Allah ini adalah baik” dengan terbukanya hati Abu Bakar akhirnya usulan Umar diterima. Abu Bakar menyerahkan urusan tersebut kepada Zaid Bin Tsabit.
Setelah Abu Bakar berbicara , Zaid bin Tsabit mengajukan keberatannya. Kalimatnya ia arahkan kepada Umar karena usul penulisan dating darinya, "Bagaimana mungkin kita melkaukan sesuatu yang belum dilkaukan Rasulullah?" Umar lalu menjawab,
Zaid sangat hati-hati didalam penulisannya, karena al-Qur’an merupakan sumber pokok ajaran islam. Yang kemudian Zaid menyerahkan hasil penyusunannya kepada Abu Bakar, dan beliau menyimpannya sampai wafat. Yang kemudian dipegang oleh umar Bin Khattab sebagai gantinya kekhalifaan.
3. Pengumpulan dan Pembukuan Al-Qur`an Masa Khalifah Utsman Bin Affan
Pada masa khalifah Usman bin Affan timbul hal-hal yang menyadarkan khalifah akan perlunya memperbanyak naskah shuhuf dan mengirimkannya ke kota-kota besar dalam wilayah negara Islam. Kesadaran ini timbul karana para huffazal Al-Qur’an telah bertebaran ke kota-kota besar dan di antara mereka terdapat perbedaan bacaan terhadap beberapa huruf Al-Qur’an, karena perbedaan dialek bahasa mereka. Selanjutnya masing- masing menganggap mereka bacaannya yang lebih tepat dan baik. Berita perselisihan itu sampai ketelinga Usman dan beliau menganggap hal itu sebagai sumber bahaya besar yang harus segera diatasi. Beliau meminta kepada Hafsah binti Umar supaya mengirimkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya.
Satu prinisip yang mereka ikuti dalam menjalankan tugas ini adalah bahwa dalam kasus kesulitan bacaan, dialek Quraisy-suku dari mana Nabi berasal harus dijadikan pilihan. Keseluruhan Al-Qur`an direvisi dengan cermat dan dibandingkan dengan suhuf yang berada ditengah Hafshah. Serta dikembalikan kepadanya ketika resensi Al-Qur`an selesai digarap. Dengan demikian, suatu naskah otoriatif (absah) Al-Qur`an, yang sering juga disebut mushaf “Utsmani”, telah ditetapkan. Sejumlah salinannya dibuat dan dibagikan ke pusat-pusat utama daerah Islam.
Begitu juga Semakin banyaknya negara yang ditaklukkan oleh Umar Bin Khattab, semakin beraneragamlah pula pemeluk agama islam, disekian banyaknya pemeluk agama islam mengakibatkan perbedaan tentang Qiro’ah antara suku yang satu dengan yang lain, masing-masing suku mengklaim Qiro’ah dirinyalah yang paling benar. Perbedaan Qiro’ah tersebut terjadi disebabkan kelonggaran-kelonggaran yang diberikan Nabi kepada Kabilah-kabilah Arab dalam membaca Al-Qur’an menurut dialeknya masing-masing. Hufaidzah bin Yaman yang pernah ikut perang melawan syam bagian Armenia bersamaan Azabaijan bersama penduduk Iraq. Telah melihaT perbedaan tentang Qiro’ah tersebut. Setelah pulang dari peperangan. Hufaidzah menceritakan adanya perbedaan qiro’ah kepada Ustman Bin Affan, sekaligus ia mengusulkan untuk segera menindak perbedaan dan membuat kebijakan, dikhawatirkan akan terjadi perpecahan dikalangan ummat islam tentang kitab suci, seperti perbedaan yang terjadi dikalangan orang yahudi dan Nasrani yang mempermasalahkan perbedaan antara kitab injil dan taurat. Selanjutnya Ustman Bin Affan membentuk lajnah (panitia) yang dipimpin oleh Zaid Bin Harist dengan anggotanya Abdullah bin Zubair. Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits.
Kemudian Khalifah menugaskan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalin (membukukan) menjadi beberapa shuhuf. Setelah selesai penghimpunannya, mushaf asli dikembalikan ke Hafsah dan tujuh mushaf yang telah disalin, masing-masing dikirimkan ke kota-kota Kufah, Bashrah, Damaskus, Mekah, Madinah, dan Mesir. Khalifah meninggalkan sebuah dari tujuh mushaf itu untuk dirinya sendiri. Dalam penyalinan (pembukuan) al-Qur’an itu amat teliti dan tegas, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Jarir mengatakan berkenaan apa yang telah dilakukan Usman ”Ia telah menyatukan umat Islam dalam satu mushaf dan satu shuhuf, sedangkan mushaf yang lain disobek”
Sebelum Utsman bin Affan (W. 35 H), Khalifah ketiga, memerintahkan satu standarisasi Alquran yang kemudian dikenal dengan “Mushaf Uthmani,” pada masa itu telah beredar puluhan bahkan ratusan mushaf yang dinisbatkan kepada para sahabat Nabi. Beberapa sahabat Nabi memiliki mushafnya sendiri-sendiri yang berbeda satu sama lain, baik dalam hal bacaan, susunan ayat dan surah, maupun jumlah ayat dan surah.
Setelah Uthman melakukan kodifikasi dan standarisasi, ia memerintahkan agar seluruh mushaf kecuali mushafnya (Mushaf Uthmani) dibakar dan dimusnahkan. Sebagian besar mushaf yang ada memang berhasil dimusnahkan, tapi sebagian lainnya selamat. Salah satunya, seperti kerap dirujuk buku-buku ‘ulum al-Qur’an, adalah mushaf Hafsah, salah seorang isteri Nabi, yang baru dimusnahkan pada masa pemerintahan Marwan ibn Hakam (w. 65 H) beberapa puluh tahun kemudian.
Sebetulnya, kendati mushaf-mushaf para sahabat itu secara fisik dibakar dan dimusnahkan, keberadaannya tidak bisa dimusnahkan dari memori mereka atau para pengikut mereka, karena Al-Quran pada saat itu lebih banyak dihafal ketimbang dibaca. Inilah yang menjelaskan maraknya versi bacaan yang beredar pasca-kodifikasi Utsman. Buku-buku tentang varian-varian bacaan (kitab al-masahif) yang muncul pada awal-awal abad kedua dan ketiga hijriah, adalah bukti tak terbantahkan dari masih beredarnya mushaf-mushaf klasik itu. Dari karya mereka inilah, mushaf-mushaf sahabat yang sudah dimusnahkan hidup kembali dalam bentuk fisik (teks tertulis).
Munculnya kembali mushaf-mushaf itu juga didorong oleh kenyataan bahwa mushaf Uthman yang disebarluaskan ke berbagai kota Islam tidak sepenuhnya lengkap dengan tanda baca, sehingga bagi orang yang tidak pernah mendengar bunyi sebuah kata dalam Alquran, dia harus merujuk kepada otoritas yang bisa melafalkannya. Dan tidak sedikit dari pemegang otoritas itu adalah para pewaris varian bacaan non Utsmani.
Faktor penghimpunan Al-Qur’an pada masa Utsman berbeda dengan faktor pnghimpunan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar As-Sidiq. Pada masa Utsman Islam sudah mulai meluas ke berbagai negara maka perpecahanpun terjadi diantara kaum muslimin antar negara.dan disetiap negara Islam terkenal dengan qiraah sahabat yang mengajari mereka. Perselisihan yang terus berlangsung ini hampir saja membawa kaum muslimin kepada efek pertikaian dan perpecahan, sehingga diantara mereka ada yang mengkafirkan hanya Karena perbedaan qiraah. Perbedaan penulisan Al-Qur`an pada masa Abu Bakar dan masa Utsman bin Affan, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Pada Masa Abu Bakar Pada Masa Utsman bin Affan
1. Motivasi penulisannya adalah khawatir sirnanya Al-Qur`an dengan syahidnya beberapa penghafal Al-Qur`an pada perang yamamah
2. Abu Bkar melakukannya dengan mengumpulkannya tulisan-tulisan Al-Qur`an yang terpencar-pencar pada pelapah kurma, kulit, tulang, dan sebagainya 1. Motivasi penulisannya karena terjadinya banyak perselisihandi dalam cara membaca Al-Qur`an (qira`at)
2. Utsman melakukannya dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf dari tujuh huruf yang dengannya Al-Qur`an turun.

C. Kesimpulan
Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang harus dijaga keasliannya. Walaupun sudah ada jaminan dari Allah bahwa Al-Qur’an akan selalu dijaga olehnya akan tetapi kita sebagai umat islam wajib berusaha untuk menjaganya. Al-Qur’an sampai bentuk buku seperti yang kita pegang saat ini memiliki perjalanan yang cukup panjang yang terbagi dalam dua priode, pertama periode Rasulullah kedua periode khulafau Al-Rasyidin.
Pada masa rasulullah Al-Qur’an hanya berupa hafalan-hafalan yang berada benak dada para sahabat dan tulisan dilempeng-lempeng batu, pelepah kurma dan dikeping-keping tulang, pada masa itu Al-Qur’an masih berserakan belum ada pembukuan al-Qur’an dalam satu mushaf,.
Atas usulan Umar pada Masa Abu Bakar mulailah terbentuk pembukuan Al-Qur’an, yang dipicu oleh banyak para Qori’ dan hufadz yang gugur pada peperangan Yamamah ( melawan orang yang murtad dari islam ), dikawatirkan Al-Qur’an akan punah. Pada masa Umar Bin Khattab tidak terjadi permasalahan dengan Al-Qur’an, karena pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab lebih berorientasi terhadap perluasan wilayah. Masa Ustman terjadi perubahan Mushaf Al-Qur’an karena adanya perbedaan antar suku, atas usulan hufaidazh ustman menyeragamkan pembacaan Al-Qur’an dengan dialek Quraisy, yang kemudian Mushaf tersebut disebut Al-Imam yang lebih dikenal dengan mushaf Ustmani.
Pada masa masa Ustman terjadi perubahan Mushaf Al-Qur’an karena adanya perbedaan antar suku, atas usulan hufaidazh ustman menyeragamkan pembacaan Al-Qur’an dengan dialek Qurays, yang kemudian Mushaf tersebut disebut Al-Imam yang lebih dikenal dengan mushaf Ustmani.









DAFTAR PUSTAKA

Rosihon Anwar, “Ulum Al-Qur`an” Rineka Cipta, Bandung, 2008.

Mohammad Ali Ash-Shabuni, “Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an”. Al-Ikhlas, Surabaya.

Manna Khalil Al-Qattan, “ Studi Ilmu-Ilmu Qur`an”. Mitra Kerjaya, Jakarta, 2011.

Muhammad bin Muahammad Abu Syuhbah, “ Studi Ulmul Qur`an”. Pustaka Setia, Bandung, 2003.

Muhammad Rahmat Kurnia, “ Prinsip-prinsip pemahaman Al-Qur`an dan Al-Hadits”. Khairul Bayan, Jakarta, 2002.

Syeikh Muhammad Bin Muhammad Abu Syahbah, “ Studi Al-Qur`an Al-Karim”. Pustaka Setia, Bandung, 1992.

http://ricky-diah.blogspot.com/2011/04/sejarah-pembukuan-dan-pembakuan-al.html dikutip pada hari selasa 22/11/2011 pukul 11.00 WIB